Tenun Pagatan dari Kalimantan Selatan

Hasil sulapan desainer Sofie pada Tenun Pagatan.

Warna-warni cerah yang melabur kain tenun justru terasa dingin di kulit. Membuat nyaman.
Bagi Anda yang sedang mencari kain untuk busana Lebaran atau pesta yang nyaman, jalan-jalanlah ke Desa Manurung Pagatan di Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Desa eksotis yang berada di pesisir laut Kalimantan yang berbatasan dengan Laut Makassar dan Laut Jawa ini penghasil tenun Pagatan, yang halus dan terasa dingin di kulit. 

Desa yang kaya akan hasil tambang batu bara dan biji besi ini didiami oleh suku Bugis dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan. Tapi orang Bugis sejak dulu memiliki kegemaran menenun di sela-sela waktu luang. 

Ketika Tempo berkunjung ke Desa Manurung Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu, awal September lalu, terlihat puluhan remaja perempuan dan para ibu menenun kain di rumah masing-masing mulai sore sampai malam hari. 

Kenapa mesti malam hari? Sebabnya, pada pagi harinya mereka harus pergi ke kantor, ladang, sekolah, atau bahkan ke laut. Kegiatan menenun dilakukan setelah aktivitas pagi hari selesai. "Menenun adalah pekerjaan sampingan warga," kata Salmah, salah seorang perajin tenun Pagatan. Wanita berusia 40 tahun ini memproduksi tenun ini sejak masih remaja dan mengenal tenun dari orang tuanya, yang memiliki usaha tenun Pagatan. 

Setelah berumah tangga, Salmah meneruskan usaha orang tuanya. Kini dengan 10 orang karyawan, dia memproduksi tenun khas Pagatan di rumahnya di Jalan H.M. Amin, RT 3, Desa Pagatan. Jenis tenun yang diproduksinya adalah songket, tenun ikat lusi, dan aneka pernak-pernik kerajinan, seperti tutup gelas, kipas, dan taplak meja. 

Menurut Salmah, yang menjadi ciri khas tenun Pagatan adalah kainnya yang halus, dingin, dengan warna-warni cerah, seperti merah, biru, kuning, dan hijau, serta motif etnik Pagatan. "Kain ini sangat cocok untuk daerah panas atau tropis," katanya. 

Harga tenun songket dijual bervariasi, dari Rp 300 ribu sampai Rp 750 ribu per lembar. Sedangkan tenun lusi Rp 350 ribu per lembar. Harga tenun songket lebih mahal karena proses produksinya lebih lama dari tenun ikat lusi. Satu lembar songket yang panjangnya 4 meter dapat diselesaikan dalam tiga bulan, sedangkan tenun ikat lusi dengan panjang 2 meter dapat selesai setelah 10-15 hari. 

Rahmah, 57 tahun, dan suaminya, Syafruddin, 60 tahun, juga menjadikan tenun sebagai sumber hidupnya. Rumah panggung berukuran 60 meter persegi berdinding kayu ulin (kayu besi) beratap sirap dijadikannya bengkel kerja. Ada tumpukan benang sutra, alat tenun, dan alat pemintal benang. 

Sama seperti Salmah, Rahmah pun mengenal tenun sejak remaja dengan membantu usaha tenun yang dirintis orang tuanya. Ketika orang tuanya mangkat, Rahmah dan suami melanjutkan usaha tersebut. "Usaha tenun ini telah menjad tumpuan hidup kami," ujar Rahmah ditemani suaminya. 

Kini, tenun Pagatan berbuah manis. Baik Rahmah maupun Salmah kebanjiran order. Selain melempar produknya ke butik-butik dan pedagang kain tenun di Kalimantan Selatan, Rahmah dan Salma juga melayani pembeli di rumahnya. "Saya sering dapat order dari istri Bupati Tanah Bambu, Wahyu Windarti Zairullah Azhar," kata Rahmah, yang mengaku bisa menjual 10 hingga 15 lembar kain per bulan. 

Di tengah cuaca panas, tenun Pagatan yang halus dan adem di kulit itu bisa menjadi pilihan busana di hari yang fitri nanti.
 
Memakai Benang Sutra Jawa
Perajin tenun di Pagatan mengeluh kesulitan bahan baku. Semula, menurut Rahmah, perajin tenun di Pagatan menenun kain dari benang kapas dan katun. "Tapi kualitasnya kurang baik sehingga kami beralih ke benang sutra," ujar Rahmah. 

Namun, mencari benang sutra di Kalimantan Selatan sangatlah sulit, sehingga perajin Pagatan harus mendatangkan benang sutra dari Pulau Jawa, misalnya dari Semarang dan Surabaya. 

Dari satu bal benang sutra seberat 5 kilogram yang harganya Rp 1,6 juta, kata Rahmah, dapat dihasilkan 15 lembar kain atau sarung. Artinya, dari setiap satu kilogram benang dihasilkan tiga lembar kain. 

Dari rumah-rumah produksi, perajin tenun menawarkan hasil tenunnya ke beberapa butik di Kalimantan Selatan. Beruntung, pemerintah setempat, Kabupaten Tanah Bambu, sering memesan tenun kepada perajin untuk acara-acara khusus. 

Tak hanya itu, kini tenun Pagatan sering diperkenalkan di ajang fashion show, seperti pada perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-63 yang lalu. Saat itu puluhan peragawati memperkenalkan tenun Pagatan di Kalimantan Selatan. 

"Saya terus meningkatkan kualitas tenun agar diminati masyarakat luas," kata wanita yang setiap bulannya menjual 10-20 lembar kain ini. KHAIDIR RAHMAN

Sumber: http://www.korantempo.com