Susahnya Mau Ngaku Jadi Orang Bugis

Bapakku orang Bugis (Enrekang), mamaku orang Jawa (Pacitan). Aku 3 bersudara. Aku anak bungsu, 2 kakakku laki semua. Kadang kami suka iseng smsan. Ini adalah salah satu sms ria kami yang kucatat di selebaran kertas. Sudah lama sih, kira-kira tahun lalu sebelum kakak keduaku menikah. Tiba-tiba catatan sms ria ini ada di hadapanku. Oh…anakku nih yang manjat rak buku dan buka kotak rahasia Ibunya hehe. Silahkan disimak dulu ya…

Saat itu jempolku asik mencetin keypad. Kukirim sms yang sama untuk dua kakak lelakiku. 

Yang pertama lagi di Bontang dan yang kedua ada di Pekan Baru.

“Bro…napa ya dulu kecil kita kok gak mau dibilang oran Bugis?”

sms dikirim…..

Cring…sms pertama dari Bontang masuk , isinya begini :

“Ya, krn Jawa lebih dominan lah…klo keluarga kita lebih dominan Papua, mungkin kita juga ngaku orang Papua hehe”

Cring…sms dari Pekan Baru masuk, isinya begini :

“gampang aja tuh, karena saat kita kecil kita gak pernah dikenalin keluarga Bapak dan kita lebih sering ke Jawa klo liburan sekolah. Klo liburan sekolah kita sering ke Malaysia, n’tar kita ngaku orang Melayu dong hehe”

Aku pun membalas sms mereka berdua, “eh gemene seh om…sekarang kalau ditanya orang, kita jawab apa dong? Terakhir aku wawancara kerja, masih ditanya lho kita suku apa…?”

Gak lama masuk juga balasam sms kakakku, kompak mereka bilang “tulis aja orang BUGIS :)”.
———————————————————————————————————
Waktu kecil kami bertiga selalu bilang orang Jawa. Sekarang aja setelah besar selalu bilang orang Bugis hehe. Secara kami gakda yang bisa bahasa Bugis. Bahasa Jawa agak lumayan lah walo yang kasar fasih banget sementara bahasa Jawa yang halus hanya sampai taraf sedikit mengerti tanpa bisa membalas sepatah pun :).

Sempat juga kutanyakan isi smsku ke Bapak, “Pak..kenapa ya dulu kok dulu anak-anak Bapak gakda yang mau ngaku orang Bugis?”.

Bapakku menjawab (tertawa) sambil membuka aib kakakku, ” o iya, itu kakakmu waktu bikin SIM nulis di formulir suku Jawa. Dia gak mau nulis orang Bugis. Katanya kalau nulis suku jawa jadi SIMnya cepat”.

Duh….jawaban yang tidak mengena pertanyaan ahahahahaha.

Kemudian Bapakku lanjut cerita, intinya dulu jumlah orang Bugis (di komplek, di Bontang) masih minoritas, kami anak-anaknya juga jarang sekali mendengar percakapan dengan Bahasa Bugis. Bapak mau ngajarin tapi sulit juga karena Mamaku juga gak ngerti bahasa Bugis. Tetangga semua orang Palembang.
Aku juga dulu kalo ngisi isian suku, nulisnya Jawa dengan segala macam keraguan dihati sambil mbatin. Kesiannya Bapaaaaaaaak, satu pun anaknya gakda yang mau bilang orang Bugis.

Gak cuman terjadi di keluargaku, sodaraku yang orang tuanya nikah campuran Jawa-Bugis juga bilang mereka orang Jawa. Yah…namanya juga anak-anak. Orangtua kami juga gak pernah ribut soal suku, terserah anaknya aja asal jangan ngaku orang Palembang hehe *tar dikira anak tetangga.

Mungkin ini yang sering terjadi di pernikahan campuran ya…Suamiku sendiri, Mamanya asli Sunda, Bapakknya dari Barru (Bugis juga). Secara garis besar, suasana Sunda kebih kental di keluarga suami. Bahasa harian mereka selain bahasa Indonesia adalah bahasa Sunda. Suamiku saja logat Sundanya masih ‘agak’ kelihatan jadi banyak yang bilang suamiku orang Sunda :).

Ketika ada panitia sensus datang ke komplekku, aku dan suami sepakat kalau ditanya suku, jawab aja orang BUGIS, kami ngambil garis keturunan dari jalur Bapak. Demikian anakku, sudah diajarkan Nina orang Bugis :D

Spesial notes buat sodara dan teman2ku yang ada darah keturunan Celebes, senang ya jadi orang Bugis. Sudah terpikir di otakku, ketika karnaval nanti Nina mau kusewakan baju Bodo. Tar dia dan Aku akan ikut peragaan busana daerah di panggung sekolah. Wew….aku juga pakai baju Bodo neh hehe.

Insya Allah Nina agak besaran dikit, SDlah…..mau kuajak wisata ke Makassar, sukur-sukur bisa sampai Barru,Enrekang lalu lanjut keToraja :)

*bersambung, …aku ke kampung halaman Bapak di Enrekang (gak janji kapan mau ditulis).