Kenal Lebih Dekat Orang Bugis di Kalimatan

Dipetik dari laman web http://www.ujungpandangekspres.com/

Beberapa peneliti beranggapan, lokasi pertama yang ditempati para pendatang Bugis di sekitar muara Sungai Saddang, yakni sekitar Kutei-Samarinda, Kalimantan Timur dan sekitar Pegatan-Pulau Laut, bagian tenggara Kalimantan. Di lokasi ini kini terdapat perkampungan bugis. Mungkin tanpa disadari, mereka sebenarnya telah kembali ke tempat asal nenek-moyang mereka.

Salah seorang peneliti, Christian Pelras dalam salah satu tesis tentang asal nenek moyang orang Bugis di Sulawesi Selatan, di bukunya Manusia Bugis mengatakan hal itu. Tesis ini sudah lama dikemukakan oleh seorang ahli bahasa, Roger F Mills namun bagi masyarakat umum di Indonesia pendapat ini mungkin masih baru.

Selain baru, juga menarik sebab pemahaman orang Bugis (termasuk suku-suku lain di Sulawesi Selatan dan Barat) yang ada di Kalimantan Timur dewasa ini berasal dari pualu Sulawesi. Ini merupakan hasil proses gelombang migrasi yang hampir terjadi sepanjang tahun, meski itu hanya per individu.

Tapi dalam tesis Christian, mereka sebenarnya kembali ke asal yang mendapatkan tanggapan beragam dari ilmuan. Ada ilmuwan yang setuju dan ada yang tidak. Namun dari penelitian kesamaan bahasa dan kedekatan geografis, itu sangat dimungkinkan untuk terjadi.

Terlepas orang Bugis kembali atau tidak, Kalimantan Timur merupakan salah satu kawasan penting di dalam sejarah migrasi orang Bugis, sejak ratusan tahun lampau sampai tulisan ini dibuat.

Untuk itu, pada gilirannya, dunia sosial, politik, ekonomi, dan budaya di Kalimantan Timur tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan Bugis atau Sulawesi Selatan secara umum," kata Christian.

Manusia Bugis di Kalimantan Timur tidaklah satu 'jenis' saja. Pertama yang perlu diketahui, istilah “Bugis” sering diartikan sebagai 'orang dari Sulawesi Selatan', meski orang itu beretnik Makassar, Mandar, Bajau, dan Toraja. Kedua, ada orang Bugis yang memang melakukan migrasi (lahir di tanah Sulawesi untuk kemudian pindah) dan ada yang orang hanya Bugis biologis saja, yaitu kedua (atau satu) orangtuanya berasal dari Sulawesi tetapi dia lahir di Kalimantan Timur.

Buku setebal 500 halaman ini merupakan buku terbaik tentang kebudayaan Suku Bugis. Artinya, dia bisa menjadi rujukan untuk dua hal di atas, yakni tentang perbedaan dan kesamaan Bugis dengan suku lain. Selain itu, juga dapat menjadi acuan generasi Bugis yang lahir di luar tana Ugi, misalnya di Kalimantan Timur ini.

Manusia Bugis dan budayanya amatlah penting diketahui dari sumber yang obyektif sebab seringkali ada yang belum dipahami hingga menimbulkan persepsi yang salah atau berlebihan terhadap Bugis dan manusianya. Kalimat kunci yang menjadi benang merah diantaranya: Pulau Sulawesi, manusia Bugis, dan migrasi.

Dalam buku ini juga dituliskan tujuan migrasi yakni alasan untuk melakukan perpindahan dari tanah kelahirannya ke daerah lain, baik di pulau yang sama (Sulawesi) maupun di seberang lautan. “Ini berhubungan dengan upaya mencari pemecahan konflik pribadi, menghindari penghinaan, kondisi yang tidak aman, atau keinginan untuk melepaskan diri, baik dari kondisi sosial yang tidak memuaskan, maupun hal-hal yang tidak diinginkan akibat tindakan kekerasan yang dilakukan ditempat asal,” ungkap Christian.

Salah satu contoh, perpindahan seorang bangsawan Wajo’ bernama La Ma’dukelleng bersama 3.000 pengikutnya ke Pasir. Dan oleh Sultan Pasir, perantau tersebut diberi tanah yang sekarang ini dikenal dengan nama Samarinda, kawasan yang dibesarkan oleh orang Bugis. “Hanya saja, alasan seperti itu saja tampaknya tidak akan cukup memadai untuk dijadikan landasan untuk memahami tersebar pemukiman orang Bugis di seluruh Nusantara sejak akhir abad ke-17. Juga tidak dapat menjelaskan kenyataan aktivitas perantauan justru merupakan ciri khas 'permanen' orang Bugis hingga kini,” tambahnya.

Banyak yang perlu dijawab dan dipahami generasi Bugis yang lahir di perantauan. Manusia Bugis dapat dijadikan sebagai bahan perenungan untuk dapat memposisikan diri sebagai generasi yang tidak kehilangan akar budaya meski dia lahir di luar tanah-budaya moyangnya.

Meski ciri Bugis hanya karena dia keturunan sepasang laki-laki dan perempuan yang berasal dari Sulawesi Selatan. Bukan itu saja, tapi juga mempunyai latar belakang suku yang berbeda tetapi bergaul dengan manusia Bugis di kesehariannya, misalnya sebagai isteri/suami, teman sekantor, rekan bisnis, dan sahabat juga penting untuk memahami budaya-budaya Bugis.

Bagaimanapun, Banjar, Dayak, Jawa, dan suku lain di Kalimantan Timur mempunyai banyak perbedaan dengan budaya Bugis. Walau seringkali menimbulkan pergesakan yang berujung pada konflik. Pemahaman atas budaya Bugis dan sebaliknya (orang Bugis juga harus memahami budaya pihak lain) adalah salah satu cara untuk menjalin hubungan yang harmonis.

Di mata orang luar, orang Bugis dikenal sebagai orang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu, demi mempertahankan kehormatan (siriq), mereka bersedia melakukan tindak kekerasan. "Namun demikian, di balik sifat keras itu, orang Bugis juga dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi kesetiakawanannya," ujar Christian.

Orang Bugis memiliki berbagai ciri khas yang sangat menarik. Mereka adalah contoh yang jarang terdapat di wilayah Nusantara. Mereka mampu mendirikan kerajaan-kerajaan yang sama sekali tidak mengandung pengaruh India, dan tanpa mendirikan kota sebagai pusat aktivitas mereka. Orang Bugis juga memiliki kesusastraan, baik lisan maupun tulisan yang cukup dikagumi.

Dan setelah menganut Islam, bersama Aceh, Minangkabau, Melayu, Sunda, Madura, Moro, Banjar, Makassar, dan Mandar, orang Bugis identik sebagai orang di Nusantara yang kuat identitas keislamannya.