Makna Bengkalis
Sementara itu, asal mula nama Bengkalis diambil dari kata “Mengkal” yang berarti sedih atau sebak serta “Kalis” yang berarti tabah, sabar dan tahan ujian.
Sejarah Bengkalis bermula ketika Tuan Bujang alias Raja Kecil bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendarat di Bengkalis pada tahun 1722. Sultan yang juga menguasai wilayah Siak disambut oleh batin (kepala suku) Senggoro dan beberapa Batin lainnya.
Para Batin meminta Sultan agar membangun kerajaan di Bengkalis, sebagai wujud rasa hormat mereka. Melalui musyawarah dengan sejumlah Datuk di wilayah pesisir Riau pada tahun 1723, disepakati pusat kerajaan didirikan di dekat Sabak Aur yakni di sungai Buantan salah satu anak Sungai Siak.
Bengkalis pernah menjadi basis awal kerajaan Siak. Sejarah juga mencatat, semasa Belanda berkuasa, di Bengkalis pernah diduduki residen pesisir timur pulau Sumatera. Saat itu, Bengkalis sudah menunjukkan peran penting dalam arus lalu lintas niaga di selat Melaka, terutama sebagai persinggahan saudagar yang keluar masuk sungai Siak.
Strategisnya posisi Bengkalis sebagai lalu lintas niaga menyebabkan Pemkab setempat meletakkan pembangunan pelabuhan penumpang bertaraf internasional di Selat Baru sebagai salah satu prioritas pembangunan di era otonomi. Kehadiran pelabuhan tersebut diharapkan memperlancar transportasi ke dan dari Malaysia.
“Jarak tempuh ke Malaysia dari Bengkalis hanya 45 menit. Padahal selama ini jika ditempuh dari Kota Dumai bisa mencapai dua jam,” ujar Bupati Bengkalis.
Pembangunan pelabuhan ini juga dilakukan sebagai salah satu upaya mempercepat pembangunan di Bengkalis yang selama ini tertinggal dibanding daerah lain, serta mewujudkan rencana kabupaten ini menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara.
Malaysia sebagai pintu gerbang Indochina diharapkan bisa memperlancar rencana tersebut. Bahkan Pemkab Bengkalis telah menyiapkan menyiapkan berbagai infrastruktur serta fasilitas penunjang. Misalnya, menyediakan kawasan industri di Kecamatan Bukit Batu.
Pembangunan pelabuhan internasional di Selat Baru diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp1 triliun. Proyek tersebut masih berjalan sekitar 50 persen dan diharapkan dapat dioperasikan akhir tahun ini.
Sosok Laksamana Raja Di Laut
Situs bersejarah Kabupaten Bengkalis di kecamatan Bukit Batu berupa kediaman Datuk Laksamana dari Raja Dilaut, Masjid Jami Al Haq serta makam para keluarga Datuk Laksamana dari Kerajaan Siak Sri Inderapura, hingga kini terabaikan dan tidak terawat.
Berdasarkan pengamatan lapangan akhir pekan lalu, kampung tempat kediaman pembesar Siak Sri Inderapura itu kini tidak lagi menunjukkan bahwa di sana dulunya bekas pemerintahan seorang raja yang sangat berkuasa di laut dan ditakuti bangsa asing yang ingin menguasai kerajaan Melayu Siak Sri Inderapura karena sudah berupa semak belukar.
Pusat pemerintahan Datuk Laksamana tersebut meski banyak ditumbuhi pohon kelapa kini sunyi dari penduduk dan rimbun dengan semak belukar.
"Dulu perkampungan di sini ramai, tidak hanya dihuni para warga Melayu, tapi juga orang Cina, namun saat ini telah menjadi kampung tak bertuan," kata seorang warga Bukit Batu yang juga keturunan Datuk Laksamana, Abdul Hamid mansyur (60).
Pegawai Pembantu Pencatat Nikah (P3N) desa Bukit Batu itu mengatakan, meski tempat kediaman Datuk Laksamana berupa rumah tradisional Melayu, telah direhab, begitu juga beberapa makam Datuk Laksamana, namun tetap telantar.
Rumah berarsitektur Melayu yang memiliki tiang penyangga tinggi hingga kolongnya bisa menjadi tempat bermain anak-anak dan dilalui orang dewasa itu, dalam keadaan kosong dan halamannya ditumbuhi semak.
Begitu juga makam Datuk Laksamana Kelima, meski telah dibuat jalan bersemen dan makamnya direhab, namun tetap saja dipenuhi semak belukar.
Pemandangan serupa juga terlihat di Masjid Jami Al Haq, yang merupakan masjid tertua di Bengkalis dan dua makam Datuk Laksamana.
Datuk Laksamana merupakan pembesar kerajaan Siak yang semula bermukim di Bengkalis, kemudian memindahkan lokasi pemerintahannya ke Bukit Batu.
Dalam sejarahnya, Datuk Laksamana merupakan keturunan Bugis, dimana Daeng Tuagik, anak dari Sultan Wajok yang kawin dengan anak Datuk Bandar Bengkalis, Encik Mas (seorang perempuan yang berkuasa di pulau Bengkalis).
Daeng Tuagik ketika menikahi Encik Mas telah berjanji untuk tidak memakai gelar Bangsawan Bugis bagi keturunannya. Dari perkawinannya ia mendapat seorang anak yang bernama Datuk Bandar Jamal (1720-1767) yang kelak menggantikan ibunya sebagai penguasa Bengkalis.
Gelar Datuk Laksamana Raja Dilaut baru diberikan Sultan Siak kepada Encik Ibrahim, anak dari Datuk Jamal serta tiga orang keturunannya, yang terakhir Encik Ali Akbar (1908-1928).
Sementara itu, asal mula nama Bengkalis diambil dari kata “Mengkal” yang berarti sedih atau sebak serta “Kalis” yang berarti tabah, sabar dan tahan ujian.
Sejarah Bengkalis bermula ketika Tuan Bujang alias Raja Kecil bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendarat di Bengkalis pada tahun 1722. Sultan yang juga menguasai wilayah Siak disambut oleh batin (kepala suku) Senggoro dan beberapa Batin lainnya.
Para Batin meminta Sultan agar membangun kerajaan di Bengkalis, sebagai wujud rasa hormat mereka. Melalui musyawarah dengan sejumlah Datuk di wilayah pesisir Riau pada tahun 1723, disepakati pusat kerajaan didirikan di dekat Sabak Aur yakni di sungai Buantan salah satu anak Sungai Siak.
Bengkalis pernah menjadi basis awal kerajaan Siak. Sejarah juga mencatat, semasa Belanda berkuasa, di Bengkalis pernah diduduki residen pesisir timur pulau Sumatera. Saat itu, Bengkalis sudah menunjukkan peran penting dalam arus lalu lintas niaga di selat Melaka, terutama sebagai persinggahan saudagar yang keluar masuk sungai Siak.
Strategisnya posisi Bengkalis sebagai lalu lintas niaga menyebabkan Pemkab setempat meletakkan pembangunan pelabuhan penumpang bertaraf internasional di Selat Baru sebagai salah satu prioritas pembangunan di era otonomi. Kehadiran pelabuhan tersebut diharapkan memperlancar transportasi ke dan dari Malaysia.
“Jarak tempuh ke Malaysia dari Bengkalis hanya 45 menit. Padahal selama ini jika ditempuh dari Kota Dumai bisa mencapai dua jam,” ujar Bupati Bengkalis.
Pembangunan pelabuhan ini juga dilakukan sebagai salah satu upaya mempercepat pembangunan di Bengkalis yang selama ini tertinggal dibanding daerah lain, serta mewujudkan rencana kabupaten ini menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara.
Malaysia sebagai pintu gerbang Indochina diharapkan bisa memperlancar rencana tersebut. Bahkan Pemkab Bengkalis telah menyiapkan menyiapkan berbagai infrastruktur serta fasilitas penunjang. Misalnya, menyediakan kawasan industri di Kecamatan Bukit Batu.
Pembangunan pelabuhan internasional di Selat Baru diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp1 triliun. Proyek tersebut masih berjalan sekitar 50 persen dan diharapkan dapat dioperasikan akhir tahun ini.
Sosok Laksamana Raja Di Laut
Situs bersejarah Kabupaten Bengkalis di kecamatan Bukit Batu berupa kediaman Datuk Laksamana dari Raja Dilaut, Masjid Jami Al Haq serta makam para keluarga Datuk Laksamana dari Kerajaan Siak Sri Inderapura, hingga kini terabaikan dan tidak terawat.
Berdasarkan pengamatan lapangan akhir pekan lalu, kampung tempat kediaman pembesar Siak Sri Inderapura itu kini tidak lagi menunjukkan bahwa di sana dulunya bekas pemerintahan seorang raja yang sangat berkuasa di laut dan ditakuti bangsa asing yang ingin menguasai kerajaan Melayu Siak Sri Inderapura karena sudah berupa semak belukar.
Pusat pemerintahan Datuk Laksamana tersebut meski banyak ditumbuhi pohon kelapa kini sunyi dari penduduk dan rimbun dengan semak belukar.
"Dulu perkampungan di sini ramai, tidak hanya dihuni para warga Melayu, tapi juga orang Cina, namun saat ini telah menjadi kampung tak bertuan," kata seorang warga Bukit Batu yang juga keturunan Datuk Laksamana, Abdul Hamid mansyur (60).
Pegawai Pembantu Pencatat Nikah (P3N) desa Bukit Batu itu mengatakan, meski tempat kediaman Datuk Laksamana berupa rumah tradisional Melayu, telah direhab, begitu juga beberapa makam Datuk Laksamana, namun tetap telantar.
Rumah berarsitektur Melayu yang memiliki tiang penyangga tinggi hingga kolongnya bisa menjadi tempat bermain anak-anak dan dilalui orang dewasa itu, dalam keadaan kosong dan halamannya ditumbuhi semak.
Begitu juga makam Datuk Laksamana Kelima, meski telah dibuat jalan bersemen dan makamnya direhab, namun tetap saja dipenuhi semak belukar.
Pemandangan serupa juga terlihat di Masjid Jami Al Haq, yang merupakan masjid tertua di Bengkalis dan dua makam Datuk Laksamana.
Datuk Laksamana merupakan pembesar kerajaan Siak yang semula bermukim di Bengkalis, kemudian memindahkan lokasi pemerintahannya ke Bukit Batu.
Dalam sejarahnya, Datuk Laksamana merupakan keturunan Bugis, dimana Daeng Tuagik, anak dari Sultan Wajok yang kawin dengan anak Datuk Bandar Bengkalis, Encik Mas (seorang perempuan yang berkuasa di pulau Bengkalis).
Daeng Tuagik ketika menikahi Encik Mas telah berjanji untuk tidak memakai gelar Bangsawan Bugis bagi keturunannya. Dari perkawinannya ia mendapat seorang anak yang bernama Datuk Bandar Jamal (1720-1767) yang kelak menggantikan ibunya sebagai penguasa Bengkalis.
Gelar Datuk Laksamana Raja Dilaut baru diberikan Sultan Siak kepada Encik Ibrahim, anak dari Datuk Jamal serta tiga orang keturunannya, yang terakhir Encik Ali Akbar (1908-1928).
Sumber: http://www.gatra.com